Halaman

Kamis, 28 Juni 2012

Hubungan Inses itu Membuai Hidupku

Kehidupan memang sulit untuk ditebak arah dan jalanya, aku yangs sejak kecil tak mengenal kata cinta, pada akhirnya justru lebih mencintai ayahku daripada kebanyakan laki-laki yang pernah singgah di kehidupanku. Aku sendiri tak ingin menyalahkan siapa-siapa dalam hal ini, apalagi menyalahkan ayah yang dengan segala kerja kerasnya menghidupi keluarga dan itu merupakan pertanggungan jawaban ayah yang harus aku hormati sebagai seorang ayah sekaligus bapak dari ketiga anakku.

Hubungan inses antara aku dan ayah terjadi bukan tanpa alasan. Kami berdua memang memiliki liku-liku hidup yang sangat pahit dan menggetirkan. Ayahku adalah seorang laki-laki yang sangat menghormati dan sangat mencintai ibu, hal itu bisa aku simpulkan dengan melihat perjuangannya yang gigih kala ia menjalani hidup bersama ibu. Ayah selalu mendahulukan keperluan ibu daripada keperluannya sendiri, sampai-sampai soal makanpun ayah tak memperdulikan.

Begitupun saat ibu sakit, ayah dengan begitu sabar menunggui ibu yang hanya bisa terbaring lemah ditempat tidur. Saking sayangnya terhadap ibu, ayah selalu siap siaga saat ibu hendak buang air dan mandi. Padahal semua itu hanya bisa ibu lakukan di atas tempat tidur, sementara aku yang saat itu baru berumur sepuluh tahun hanya bisa menatap mereka dengan pandangan sedih tak berkesudahan.

Dan ketika pada akhirnya ibu berpulang ke haribaanNYA, ayah pula yang mengurusi jenazah ibu. Walau dibantu banyak orang dan keluarga, ayah sepertinya tak rela jika jenazah ibu harus diurus oleh orang lain. Ia memang terlihat begitu terpukul dengan meninggalnya ibu. Hampir selama dua tahun ayah masih saja berduka, usaha yang biasa ia jalankan terpaksa ditutup. sementara aku secara perlahan telah melupakan hal itu.

Di sisi lain, aku juga memiliki kehidupan yang juga kelam. Empat kali aku mencoba mencintai laki-laki dan semuanya berakhir dengan kegagalan. Mungkin karena aku mendekati mereka bukan seratus persen atas dasar cinta tapi ada sesuatu yang memang aku harapkan dari hubungan itu, berharap bisa membantu ayah dalam mencukupi kebutuhan hidup kami.

Padahal untuk hal itu aku selalu merelakan tubuhku untuk mereka nikmati asal mereka juga mau membantu kehidupanku. Dari keempat laki-laki tersebut tak satupun mau merealisasikan janji-janjinya untuk segera menikahi aku. Mereka cuma bernafsu menelanjangiku dan menikmati ketelanjangan tersebut. Dan aku sempat berpikir jika laki-laki semuanya memang seperti itu, cuma mau mencari kenikmatan semata tanpa mau disusahkan oleh hal lain.

Begitu juga saat aku mencoba menjalin hubungan yang kelima dengan seorang laki-laki, sebut saja namanya Heri (bukan nama sebenarnya). Awalnya Heri memang dengan suka rela membantu kehidupan kami, namun lama kelamaan ia seperti juga laki-laki lain, cuma menginginkan kehangatan tubuhku saja, bahkan lebih parah. Dari hubungan itu akhirnya aku hamil. Mengetahui hal itu, Heri bukannya menikahiku ia malah meninggalkan aku.

Walau begitu aku tetap bertekad merawat kehamilanku dengan cara apapun. dan pada akhirnya ayah juga yang ikut membatu mencari biaya untuk keperluan aku dan janinku. Demikian pula saat aku melahirkan. Ayah dengan sabar memberiku semangat, mengurusi bayiku dan keperluan lainnya.

Saat itulah aku kembali melihat ayah sebagai sosok laki-laki yang begitu mempesona, bertanggung jawab dan penuh kasih sayang, sangat berbeda dengan apa yang pernah kujalani bersama laki-laki lain. Secara perlahan perasaan kagum itu berubah menjadi benih-benih cinta layaknya perempuan terhadap laki-laki, bukan sebagai anak terhadap ayahnya.

Entah disengaja atau tidak, ayah juga akhirnya menyambut rasa itu dengan perasaan yang sama. Menurutnya semua yang ada pada diriku amat mirip dengan almarhum ibu, itu sebabnya ia juga secara perlahan menyimpan perasaan cinta dan sayang terhadapku. dan rasa sayangnya itu ia wujudkan dengan menempatkan aku sebagai pengganti ibu. Mungkin kesendiriaannya yang hampir sebelas tahun itu membuat ia memiliki gairah untuk menggauli aku.

Saat itu kami memutuskan untuk pindah tanpa memberi tahu satu orangpun keluarga, hal itu untuk menjaga agar kejadian ini tak diketahui oleh mereka. Saat ini kami tinggal di sebuah lokasi di kota B. dari hubungan inses itu kami mengasilkan dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Seperti waktu lalu, ayah yang sekaligus suamiku amat bertanggung jawab dengan keluarga, hingga kami akhirnya memiliki sebuah usaha yang bisa menghidupi kami dan ketiga anak kami.

Kami sepenuhnya sadar apa yang telah kami jalani merupakan perbuatan dosa teramat besar, tapi kami tak memiliki kemampuan untuk menghindari hal ini, dan entah sampai kapan hal ini terus berlangsung, mungkin sampai ajal menjeput kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar